Terkait
dengan tema Subsidi BBM untuk Siapa: Apa Kata
Undang-undang dan Apa Katamu? yang terkandung dalam pesan (artikel)
berjudul meluruskan pandangan : salah sasaran BBM ?
di www. darwinsaleh.com, saya hendak memberikan suatu penyelarasan antara
informasi dan fakta yang ada di kehidupan masyarakat indonesia , tema yang akan
saya angkat dalam karya tulis ini mengenai tentang Dilema Kebijakan Pemotongan
Kuota Subsidi BBM . Karena sampai saat ini , masi banyak elemen masyarakat yang
belum tau pasti apa penyebaba sehingga paket kebijakan ini di keluarkan .
Ayat (1) ; Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan, ayat (2); Cabang-cabang produksi yang penting
bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara,
ayat (3) menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
ayat (4), Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional dan ayat (5); Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
( Pasal 33 UUD 1945 )
Kebijakan
pemotongan kuota subsidi bahan bakar minyak , merupakan bahasan yang pernah
ngetren dari tahun 2012 sampai sekarang dan hampir menghiasi setiap layar kaca
televisi dan media pemberitaan lainnya , serta menjadi perbincangan hangat dari
kalangan masyarakat baik itu pengamat kebijakan publik , politisi , aktivis
serta kaum – kaum intelektual lainya . Terdapat berbagai polemik masalah dari
kebijakan pemotongan kuota subsidi bahan bakar minyak, mulai dari masalah
sosial , ekonomi , politik dan masih banyak lagi masalah – masalah turunan yang
di sebabkan oleh kebijakan ini .
Sejak awal
pembahasan tentang rencana pemerintah menaikkan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar
telah menimbulkan berbagai sikap pro dan kontra dari berbagai kalangan
masyarakat. Untuk sebagian elemen masyarakat yang mendukung kebijakan
pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak , memberikan alasan yaitu untuk
menyelamatkan penggunaan subsidi yang tidak tepat sasaran, karena selama ini
hanya dinikmati masyarakat menengah hingga atas ( Masyarakat Kaya ) . Sementara
rakyat yang berada dalam keadaan menengah kebawah , hanya dapat menikmati sebahagian
kecilnya saja dari subsidi BBM tersebut .
Hal ini
didasarkan pada alokasi anggaran subsidi yang terus meningkat setiap tahun
dalam APBN, bahkan pada 2013 subsidi menyedot anggaran negara hampir Rp 320 triliun. Jika tidak dikendalikan, nilai
subsidi total dalam APBN 2014 mungkin dapat mencapai Rp 446,8 triliun. Subsidi
BBM menyentuh Rp 193,8 triliun, sehingga akan mengakibatkan defisit yang
mencapai Rp 353,6 triliun atau 3,83% dari PDB. Hal ini menunjukkan bahwa
alokasi subsidi BBM dalam APBN hanya memberikan keberpihakannya pada masyarakat
menengah keatas . Sementara bagi kalangan masyarakat yang menolak kenaikan
harga BBM ,khususnya di kalangan mahasiswa, lebih mendasarkan pada dalil dampak
negatif (efek domino) atas kenaikan harga BBM yang dinilai akan semakin
membebani masyarakat miskin, seperti memicu inflasi akibat kenaikan harga
kebutuhan pokok, kenaikan biaya transportasi, dan biaya-biaya produksi lainnya.
Hal ini akan memicu naiknya harga – harga pada sektor lainya yang akan terasa
mencekik untuk masyarakat miskin.
Kebutuhan konsumsi BBM meningkat seiring dengan
naiknya jumlah kendaraan
bermotor yang ada di Indonesia. Selain itu, meningkatnya konsumsi BBM juga dipicu oleh pertumbuhan industri di Indonesia.
Seperti dilihat dari datadi bawah ini,
data mengenai kepemilikan kendaraan bermotor yang terus tumbuh,terutama sepeda motor yang mencatat pertumbuhan
paling signifikan, di tengah penurunan kepemilikan kendaraan
bermotor jenis lain. Selain itu, sepeda motor adalah pengonsumsi Premium yang besar. Dengan naiknya populasi sepeda
motor ini, otomatis juga
meningkatkan konsumsi BBM jenis Premium yang notabene disubsidi oleh pemerintah .
Tabel . 1. 1
Perkembangan
Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 2006-2012
Tahun
|
Mobil Penumpang
|
Bis
|
Truk
|
Sepeda Motor
|
Jumlah
|
2006
|
6 035 291
|
1 350 047
|
3 398 956
|
32 528 758
|
43 313 052
|
2007
|
6 877 229
|
1 736 087
|
4 234 236
|
41 955 128
|
54 802 680
|
2008
|
7 489 852
|
2 059 187
|
4 452 343
|
47 683 681
|
61 685 063
|
2009
|
7 910 407
|
2 160 973
|
4 452 343
|
52 767 093
|
67 336 644
|
2010
|
8 891 041
|
2 250 109
|
4 687 789
|
61 078 188
|
76 907 127
|
2011
|
9 548 866
|
2 254 406
|
4 958 738
|
68 839 341
|
85 601 351
|
2012
|
10 432 259
|
2 273 821
|
5 286 061
|
76 381 183
|
94 373 324
|
Sumber : Kantor
Kepolisian Republik Indonesia dan diolah oleh Badan Pusat Statistik
Selanjutnya , pertumbuhan produksi Bahan Bakar Minyak memiliki tren pertumbuhan yang lebih lambat di banding dengan pertumbuhan kembaraan bermotor , seperti dalam tabel pertumbuhan berikut ini :
Tabel . 1.2
Produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) 2006-2012
Tahun
|
Premium ( Barel )
|
Pertamax ( Barel )
|
Pertamax Plus ( Barel )
|
|
2006
|
71 822 000
|
1 631 764
|
 414 563
|
|
2007
|
71 337 000
|
2 754 000
|
 951 000
|
|
2008
|
72 404 000
|
1 523 000
|
 387 000
|
|
2009
|
72 799 000
|
2 050 000
|
 647 000
|
|
2010
|
66 820 000
|
3 301 000
|
 668 000
|
|
2011
|
64 460 000
|
2 446 000
|
 736 000
|
|
2012
|
67 684 000
|
2 487 000
|
514 000
|
Sumber : Data Olahan Badan
Pusat Statistik
Pemotongan Subsidi BBM , Inflasi dan Masyarakat
Miskin
Mulai dari adanya wacana hingga penetapan
kebijakan pemotongan kuota subsidi , membuat harga bahan – bahan pokok produksi
menjadi naik yang pada akhirnya mendorong terjadinya inflasi pada sektor –
sektor tersebut.
Naiknya berbagai
komoditas dan kebutuhan pokok tentu membuat pengeluaran masyarakat juga naik.
Sementara, di sisi lain belum tentu pendapatan mereka naik. sehingga, mau tidak
mau mereka menuntut kenaikan upah (jika bekerja di suatu instansi atau
perusahaan) atau menghemat pengeluaran. Perusahaan juga akan kena imbas dari
kenaikan harga BBM yang berakibat turunnya daya beli masyarakat itu. Yang
paling rawan terkena dampaknya adalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM
inilah yang punya struktur modal paling kecil juga susah untuk mengakses
pinjaman dari dunia perbankan. Sehingga, jika tejadi penurunan daya beli
masyarakat, UKM menjadi titik yang paling rawan mengalami kesulitan keuangan.
Padahal, UKM menjadi salah satu sokoguru perekonomian Indonesia. Menurunnya
daya beli masyarakat juga berdampak pada angka inflasi yang naik, dan di sisi
lain inflasi menjadi indikator perekonomian suatu negara. Seperti yang terlihat pada Tabel 1.3 , iflasi
terus menunjukan tren pertumbuhan yang positif setiap tahunya . Inflasi
yang terus tumbuh dan tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan
terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya
menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin .Serangkaian efek
domino di atas merupakan kerugian yang diakibatkan jika subsidi BBM dikurangi.
Namun, apakah dampak negatif di atas merupakan kerugian terbesar yang dialami
sesuai prinsip utilitarianisme ? . Jika dilihat lagi, apabila pemerintah
memutuskan tidak mengurangi subsidi akan ada lebih banyak kerugian dan dampak
negatif dalam jangka waktu yang pendek maupun panjang. Dari tabel pertumbuhan inflasi yang ada ,
inflasi yang terjadi pada saat ini masi normal ditambah dengan keterbiasaan
masyarakat tentang inflasi tahunan yang sering terjadi di indonesia ,
menjadikan wacana inflasi sebagai dampak dari pengurangan subsidi BBM menjadi
tidak teramat penting di banding dengan kerugian dan beban pemerintah yang akan
di tanggung jika tidak memotong kuota subsidi BBM dengan kondisi pengunaan subsidi BBM yang
tidak terkontrol sampai saat ini . Tetapi pemerintah juga harus mengontrol laju pertumbuhan infasi agar tetap stabil
karena kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Walaupun
pelaksanaan subsidi BBM seringkali dilakukan atas alasan motif sosial, yaitu
membuat BBM—sebagai kebutuhan pokok—dapat dijangkau oleh kelompok
berpenghasilan rendah (kelompok miskin), kenyataannya sebagian besar subsidi
BBM selama ini kebanyakan dinikmati oleh kelompok berpenghasilan menengah
keatas (kelompok kaya). Sementara itu, biaya dari subsidi BBM ini ditanggung
oleh seluruh pembayar pajak.
Hasil perhitungan
Bank Dunia berdasarkan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008
menunjukkan bahwa 84% dari bensin bersubsidi dinikmati oleh 50% kelompok
keluarga terkaya di Indonesia, dimana 40% dari bensin bersubsidi itu dinikmati
oleh hanya 10% kelompok keluarga terkaya. Sementara kelompok keluarga miskin/
hampir miskin dan keluarga paling miskin masing-masing hanya menikmati 16% dan
1% dari BBM
bersubsidi . (World Bank, 2011). Temuan tersebut senada dengan temuan yang juga
telah dikemukakan oleh pemerintah. Pada bulan Mei 2008, Kementrian Koordinator
Bidang Ekonomi mengemukakan bahwa berdasarkan data susenas 2007, 40% kelompok
keluarga teratas (terkaya) menerima 70% dari subsidi BBM yang diberikan oleh
pemerintah, sementara 40% kelompok keluarga terendah menikmati hanya 15% dari
subsidi tersebut.
Dengan kebijakan
pemotongan kuota subsidi BBM maka , akan
ada penghematan keuangan pemerintah. Sehingga dana hasil pemotongan kuota
subsidi BBM dapan di alihkan untuk mendanai program dan kebijakan lain yang
lebih efektif dan berguna bagi masyarakat. Dana itu bisa dipakai untuk tambahan
anggaran pendidikan, program pengentasan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja
baru dan pembangunan infrastruktur dan program- program lainnya yang lebih
berguna bagi masyarakat ketimbang subsidi BBM yang jelas- jelas tidak banyak
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin.
Rekomendasi
Penulis
·
Meskipun masyarakat
telah terbiasa dengan inflasi tahunan yang telah menjadi turunan berbagai
kebijakan , tetapi pemerintah harus tetap menjaga kestabilan inflasi itu
sendiri agar dapat menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi .
·
Program pendanaan
sebagai timbal balik dari kebijakan pemotongan kuota subsidi BBM , harus benar
– benar memperhatikan kesejahteraan orang banyak terutama masyarakat miskin
sebagai prioritas utama sesuai dengan tuntutan UUD 1945 Pasal 33 , agar tidak
terjadi ketimpangan sosial ekonomi yang sangat jauh antar masyarakat miskin dan
masyarakat kaya .
Daftar Referensi
Http://www.darwinsaleh.com/Kompetisi
Blog _ Darwin Zahedy Saleh Official.html
Tim Studi CSIS . 2011. Penyesuaian Subsidi BBM Pilihan
Rasional Penyelamatan Ekonomi.
Naskah Kebijakan
Purwanto, Niken Paramita. 2013. Subsidi Bbm Sebagai Penyebab Defisit Neraca Perdagangan ; Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik
Layanan Informasi www.bps.go.id
Layanan Informasi www.bi.go.id
Wikarya ,Uka. 2012. Kajian
Kebijakan BBM Bersubsidi ;
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia Yayasan Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi
http://www.kompasiana.com/posts/type/opinion/